JAKARTA (19 Agustus) – Akademi Bela Negara (ABN) Partai NasDem didirikan pada tahun 2017 sebagai lembaga pendidikan politik yang tidak sekadar melahirkan kader, melainkan membentuk pribadi yang utuh. Visi utamanya jelas yaitu mencetak politisi yang cerdas, militan, dan terampil.
Visi ini tidak berhenti pada tataran retorika, melainkan diwujudkan melalui kurikulum yang mengintegrasikan tiga simpul penting: kepribadian, kepartaian, dan kebangsaan.
Aspek kepribadian di ABN pada dasarnya adalah fondasi ideologi. Seorang kader bukan hanya dituntut untuk cakap secara emosional dan bertanggung jawab secara personal, tetapi juga wajib memahami sejarah lahirnya Partai NasDem dan mengenal dengan baik sosok Surya Paloh sebagai pendiri. Dari titik inilah mental ideologi dibentuk. Jiwa restoratif harus menjadi manifestasi konkret dari kukuhnya ideologi partai dalam diri seorang kader.
Ukuran kepribadian itu terletak pada keselarasan kata dan perbuatan, militansi yang tak tergoyahkan, solidaritas sesama kader, loyalitas kepada partai, serta konsistensi dalam memegang teguh nilai dan garis ideologi. Dari kepribadian yang teruji lahirlah kepartaian yang kokoh.
Kepartaian bukan sekadar soal administrasi atau struktur organisasi, melainkan sebuah ujian kesetiaan dan kesiapan. Hanya kader dengan kepribadian yang telah terbentuk secara ideologis yang mampu menggerakkan dan memperjuangkan tujuan partai di medan apa pun, di daerah mana pun, dan dalam fungsi apa pun. Kepartaian menuntut kader untuk siap menjalankan peran tanpa ragu, mengikat diri pada misi partai dengan penuh tanggung jawab.
Kebangsaan adalah simpul terakhir sekaligus puncak dari pembentukan kader ABN. Kepribadian dan kepartaian yang sudah tertanam dalam pola pikir, ucapan, dan tindakan kader akan menjadi modal dalam membangun negeri. Dari sinilah nilai-nilai Pancasila bekerja sebagai bingkai nasionalisme dan demokrasi. Dengan bekal itu, kader Partai NasDem dipanggil bukan hanya untuk memperjuangkan partai, melainkan juga untuk memperjuangkan cita-cita para pendiri bangsa: sebuah Indonesia yang adil, demokratis, dan mandiri.
Apa yang dirancang ABN ini selaras dengan pemikiran klasik Maurice Duverger (1954) yang menegaskan bahwa partai politik modern bukan hanya mesin elektoral, melainkan “sekolah politik” yang membentuk kesadaran kolektif anggotanya.
Hal ini juga sejalan dengan gagasan Antonio Gramsci (1971) tentang pentingnya “intelektual organik” yang lahir dari sebuah gerakan politik untuk mengubah arah masyarakat. ABN dengan pendekatan kepribadian, kepartaian, dan kebangsaan adalah contoh nyata dari dua teori itu: sebuah laboratorium ideologi yang mencetak kader bukan hanya untuk kursi kekuasaan, tetapi juga untuk peran historis dalam perubahan bangsa.
Di titik ini, kita tidak bisa melepaskan nama besar Opa IGK Manila. Sejak awal, beliaulah yang ikut merancang kurikulum dan menegakkan disiplin di ABN. Dengan gaya kepemimpinan khas prajurit, beliau memastikan ABN tidak sekadar menjadi simbol, tetapi benar-benar hidup sebagai kawah candradimuka kader NasDem.
Kehadiran dan kerja kerasnya, bahkan hingga usia senja, adalah teladan tentang arti loyalitas, militansi, dan pengabdian. Wafatnya Opa IGK Manila pada Agustus 2025 bukanlah penutup, melainkan pengingat bahwa setiap kader ABN harus melanjutkan warisan disiplin dan komitmen yang telah ia tanamkan.
Dengan demikian, ABN bukan hanya akademi dalam pengertian teknis, melainkan sebuah institusi ideologis. Ia adalah wahana untuk menempa generasi politisi baru yang mengerti akar sejarah partai, teguh dalam kepartaian, dan setia pada bangsa.
Visi ABN menemukan bentuknya dalam setiap kader yang menghidupi kepribadian, kepartaian, dan kebangsaan secara utuh.
Itulah warisan terbesar Opa IGK Manila—bahwa pendidikan politik sejati adalah perpaduan antara ideologi, militansi, dan cinta tanah air.
LuqmanJalu
Tribute To Enkong
(Panggilan Beliau dari Jakmania)