JAKARTA (27 Oktober) – Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta Fraksi NasDem, Raden Gusti Arief, menegaskan bahwa efisiensi anggaran bukan sekadar soal memangkas pos belanja, tetapi memastikan setiap rupiah memberi dampak nyata bagi masyarakat. Ia menilai, anggaran publik harus menyentuh kebutuhan langsung warga, bukan hanya berhenti pada laporan kegiatan atau proyek jangka pendek.
Dalam rapat pembahasan bersama sejumlah SKPD DKI Jakarta, seperti Dinas PPAPP, Dinas Perpustakaan, dan Dinas Kebudayaan, Gusti menyoroti pentingnya evaluasi menyeluruh atas efektivitas program.
“Programnya sudah bagus, tapi hasilnya belum terasa secara nyata. Efisiensi bukan berarti mengurangi, tapi memastikan setiap kegiatan memberi manfaat langsung,” ujarnya, Senin (27/10/2025)
Kepada Dinas PPAPP, Raden Gusti menekankan agar program seperti SAPA, RPTRA, dan Pusat PPA benar-benar terukur hasilnya dan tidak sekadar menjadi kegiatan rutin tahunan. Ia juga meminta agar inisiatif seperti Sekolah Perempuan, Sekolah Lansia, dan Dapur Sehat Atasi Stunting dikembangkan secara berkelanjutan.
“Program berbasis masyarakat seperti ini jangan berhenti di pilot project. Kalau terbukti efektif, harus dilanjutkan dan diperluas,” tegasnya.
Dalam pembahasan bersama Dinas Perpustakaan dan Kearsipan, ia menyoroti dominasi anggaran di belanja pegawai dan jasa, serta menilai perlu pergeseran fokus ke peningkatan layanan literasi publik.
“Efisiensi itu wajib, tapi jangan sampai layanan publik menurun. Kalau bisa, anggaran diarahkan untuk memperkuat perpustakaan di wilayah, bukan hanya administrasi,” katanya.
Gusti juga menyoroti sejumlah alokasi besar seperti program audiovisual senilai Rp7,4 miliar dan rehabilitasi gedung Rp7,5 miliar agar dikaji ulang urgensinya.
“Kegiatan yang tidak berdampak langsung bisa ditunda. Lebih baik anggaran dialihkan ke sektor pendidikan atau kesehatan yang manfaatnya lebih cepat dirasakan,” jelasnya.
Sementara untuk Dinas Kebudayaan, ia menilai kegiatan edukatif dan pelibatan komunitas harus tetap dijaga, sedangkan kegiatan fisik atau seremonial bisa diefisienkan.
“Kegiatan budaya jangan sampai hilang, tapi orientasinya harus pada pemberdayaan dan edukasi, bukan seremonial semata,” ujarnya.
Dalam kesempatan tersebut, Gusti juga mengingatkan pentingnya tata kelola kelembagaan yang sehat di lingkungan dinas.
“Kita tidak ingin ada ‘kerajaan kecil’ di dalam struktur organisasi. SDM dan manajemen kelembagaan harus dikelola secara profesional agar marwah birokrasi tetap terjaga,” pungkasnya. (MAP/FM)