JAKARTA (15 Agustus) – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Jakarta mengajukan anggaran Rp250 juta untuk mengkaji reklamasi pulau sampah. Namun, Komisi D DPRD DKI Jakarta menolak anggaran tersebut.
“Benar. Jadi kita menolak pengkajian sekitar Rp250 juta karena ini kan pintu masuk untuk kegiatan ke depannya. Mereka mengusulkan itu di APBD Perubahan, bukan di APBD kemarin,” kata Wakil Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Nova Harivan Paloh dikutip dari detik.com, Rabu (14/82024).
Nova menjelaskan alasan Komisi D tak menyetujui pengajuan anggaran tersebut. Komisi D ingin supaya anggaran lebih dipusatkan untuk pengelolaan sampah di daratan, misalnya melalui infrastruktur RDF dan TPS3R.
“Sebaiknya menguatkan pada kegiatan-kegiatan yang ada di daratan ya, seperti pemanfaatan RDF di Rorotan dan Bantargebang,” jelasnya.
Selain itu, Komisi D juga meyakini akan menimbulkan beban baru jika reklamasi dijadikan pulau sampah serta potensi ancaman terhadap biota laut.
“Misalnya kita ingin membuat pengelolaan sampah di pulau akibatnya sampah tercecer sehingga menambah beban lagi kan. Kita tahu beban sampah di Jakarta (sudah) hampir 8.000 ton,” ucapnya.
“Artinya, pengelolaan itu bisa merusak biota laut, terus kurang layaklah kalau misalnya kita mengorbankan pulau itu untuk pengelolaan sampah,” sambungnya.
Nova menjelaskan konsep pulau sampah yang dijelaskan oleh DLH berupa pulau reklamasi. Pemprov DKI Jakarta, jelas dia, mengadopsi konsep yang diterapkan di negara Singapura dan Monaco. Namun Komisi D meyakini bahwa rencana itu pasti membutuhkan anggaran yang tak sedikit.
“Mereka menyebutkan semacam pulau reklamasi. Kita ketahui bersama kalau misalnya reklamasi dengan tujuan istilahnya pulau sampah artinya belum mencapai apa yang diinginkan,” jelasnya.
“Benchmark-nya mereka kan di negara Singapura dan Monaco, dan Maldives kalau nggak salah. Kita ini kan punya pendudukan hampir 11 juta orang dengan beban sampah yang banyak dan yang paling penting lagi artinya kan kita tidak inginkan juga bahwa nanti sampah-sampah itu tercecer di lapangan, bagaimana nanti juga masuk ke sana bagaimana juga pengelolaan transportasinya. Jangan juga kita menambah beban baru,” imbuhnya. (*)