JAKARTA (14 Maret) – Fraksi NasDem DPRD DKI Jakarta mempertanyakan progresivitas terkait tata kelola energi terbarukan di DKI Jakarta. Pasalnya, Provinsi DKI Jakarta sebagai pusat kegiatan ekonomi nasional memiliki kebutuhan energi tinggi, sementara sumber energi yang dimiliki sangat terbatas.
Fraksi NasDem DKI memandang, diperlukan suatu rencana pengelolaan energi daerah sebagai gambaran rencana supply-demand energi ke depan yang mempresentasikan kebijakan dan strategi pengelolaan energi untuk memenuhi kebutuhan energi dalam mendukung pertumbuhan kegiatan ekonomi secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
“Mengingat semakin sulit dan mahalnya penyediaan lahan di Provinsi DKI Jakarta untuk prasarana transmisi dan listrik , maka diperlukan perencanaan yang matang untuk pembangunan fasilitas tersebut, baik fasilitas untuk sistem pasokan sampai dengan pendistribusian energi, maupun fasilitas untuk penyediaan moda transportasi massal, dalam hal ini MRT, LRT, KRL, busway, dan lain-lain,” ujar Ketua Fraksi NasDem DPRD DKI Jakarta, Wibi Andrino, saat membacakan pemandangan umum Fraksi NasDem DKI terhadap Raperda tentang Rencana Umum Energi Daerah Provinsi DKI Jakarta, Selasa (14/3/2023).
Fraksi NasDem juga meminta Pemprov DKI menunjukkan komitmennya dalam mengupayakan akselerasi pengembangan dan pemanfaatan sumber energi terbarukan, agar proyek pembangunan tersebut tidak bankable, transparan, efektif dan dapat memberikan daya tarik investasi.
“Sehingga mekanisme dan prosedur sesuai ketentuan serta dukungan pembiayaan yang cukup, di mana kebijakan harus didukung oleh sarana dan prasarana serta kemauan dan kemampuan seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang optimal, baik dari segi Sumber Daya Manusia dan sarana teknis yang memadai,” lanjutnya.
Wibi juga mengungkapkan, fraksinya belum menemukan adanya penjelasan terkait dengan transparansi anggaran. Karenanya, Fraksi NasDem memandang perlu adanya tambahan poin dalam pasal tersebut terkait transparansi keuangan.
Kemudian pada pasal 5, Fraksi NasDem melihat adanya ketidakjelasan penyelenggara atau erangkat daerah yang diberi wewenang sebagai penanggung jawab, serta harus adanya penjelasan terkait dengan siapa yang menjadi pihak pelaksana dari pembangunan ini.
“Sehingga dengan tidak ditunjuknya BUMD/instansi/pelaksana terkait secara jjelas maka muncul ambiguitas terhadap siapa SKPD yang akan berwenang serta menjadi penanggung jawab atas dijalankan Rancangan Umum Energi Daerah tersebut,” tutup Wibi. (FM)