JAKARTA (1 Desember): Partai NasDem DKI Jakarta resmi menyampaikan sikap sehubungan dengan telah dilaksanakannya sidang Paripurna DPRD DKI Jakarta terkait Anggaran Pendapatan dan Daerah (APBD) DKI Jakarta 2018. Ada beberapa hal yang menjadi perhatian Partai NasDem DKI Jakarta terhadap Rancangan Anggaran Pendapatan dan Daerah (RAPBD) DKI Jakarta 2018.
Berbagai catatan tersebut merupakan hasil koordinasi internal yang dilakukan bersama Fraksi Nasdem DPRD DKI Jakarta yang telah pula membedah secara lebih mendalam. NasDem berkesimpulan bahwa isi APBD DKI Jakarta tidak prudent dan cenderung kurang berpihak kepada kepentingan masyarakat Jakarta.
Pertama program Rumah DP 0 (nol) Rupiah yang dicanangkan Pemprov DKI Jakarta. Sampai hari ini Fraksi NasDem belum mendapatkan kejelasan atas mekanisme program tersebut. NasDem meminta konsep tersebut harus diperjelas mengenai status kepemilikannya apakah milik pribadi atau hanya sewa, serta legalitas lahan yang dipergunakan. Kemudian NasDem melihat adanya kerancuan definisi di dalam program tersebut bahwa program DP nol rupiah berbentuk hunian vertikal.
“Menurut hemat kami jika merujuk pada Perda No 1 tahun 2012 tentang RT/RW DKI Jakarta pasal 81 ayat 4, bahwa perumahan vertikal merupakan Rumah Susun,” kata Wibi Andrino, Sekretaris DPW Partai NasDem DKI Jakarta, Jumat (1/12).
Selain itu, NasDem menilai adanya Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan merupakan bentuk pemborosan anggaran secara masif, karena menyebabkan kenaikan anggaran dari sebelumnya Rp2 miliar menjadi Rp28 miliar di dalam APBD 2018. NasDem juga menyikapi bahwa postur anggaran Sekretariat DPRD perlu dikaji lebih dalam terkait besaran pos untuk dana kunjungan kerja.
Dalam hal ini, NasDem melihat tidak adanya koordinasi yang sinergis terkait mekanisme penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah sampai kepada skema penganggaran. Untuk itu, NasDem mengimbau agar penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah harus melibatkan anggota dewan.
“Kami juga masih menemukan banyaknya masjid yang belum diakomodir dalam distribusi penganggaran hibah. Sementara dari 3.400 masjid, hanya 11 masjid yang disetujui proposal bantuannya. Ini akibat pembahasan Badan Anggaran yang sangat tergesa-gesa, sehingga penelitian item-peritem RAPBD tidak dapat dilaksanakan secara maksimal,” terang Wibi.
Selanjutnya penghapusan Nominal PMD (Penanaman Modal Daerah) bagi BUMD Vital di KUA PPAS dan RAPBD tidak luput dari perhatian NasDem DKI Jakarta. Hal ini karena wilayah tersebut rawan kepentingan. NasDem menilai kemandirian BUMD pada sektor perdagangan yang mengurusi hajat hidup masyarakat DKI Jakarta, seperti PD Pasar Jaya, Food Station Tjipinang, Darmajaya, dan PAM Jaya harus tetap 100 persen berada di bawah kontrol Pemda DKI Jakarta dalam operasional dan kebijakannya.
Hal ini dikarenakan adanya kebijakan dan kontrol yang dilakukan Pemda dapat menjaga stabilitas harga serta suplai dari kebutuhan pokok masyarakat, sebagaimana pengalaman pada tahun sebelumnya.
“Ini penting agar BUMD tersebut dapat diperhatikan secara serius dalam hal pengelolaan anggarannya, serta tidak akan mengalami privatisasi sebagaimana yang terjadi pada BUMD sebelumnya,” lanjut Wibi.
Terakhir, NasDem juga mengkritisi peningkatan dana bantuan untuk partai politik. Menurut partai pencetus gerakan Restorasi Indonesia ini, peningkatan bantuan kepada partai politik terlalu berlebihan dan merupakan pemborosan terhadap APBD 2018. (*)