JAKARTA (4 Oktober) – Keuangan pemerintah Provinsi DKI Jakarta saat ini dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Ini karena Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) 2019 hampir defisit. Hal ini disampaikan anggota Komisi C DPRD DKI Jakarta dari Fraksi NasDem Ahmad Lukman Jupiter.
Jupiter membeberkan realisasi pendapatan pajak DKI Jakarta sampai tanggal 29 Oktober adalah sebesar Rp32,3 triliun. Hal tersebut disampaikan saat rapat bersama Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI Jakarta terkait pembahasan kebijakan umum anggaran-plafon anggaran sementara (KUA-PPAS) 2020 pada Rabu (30/10). Jumlah itu masih di bawah target pendapatan pajak sekitar Rp 44,54 triliun untuk tahun 2019.
“Dengan kata lain sekarang ini Pemprov DKI terancam defisit, ini artinya ada kekurangan sebesar Rp12,24 triliun atau penyerapan baru sekitar 82 persen. Keadaan ini menjadi perhatian karena 2019 tinggal beberapa bulan lagi ” ujar Jupiter, Minggu (3/11).
Jupiter meminta kepada Bank DKI untuk menagih piutang kepada debitur dengan total Rp2 triliun meskipun sudah dilakukan penghapusan buku (write off). Dana tersebut berstatus kredit macet yang menumpuk sejak Bank DKI berdiri hingga saat ini. Menurutnya, piutang Rp2 triliun ini bukan dana yang kecil.
“Bank DKI harus menyelesaikan persoalan ini agar bisa menjadi pemasukan bagi Bank DKI dan Pemprov DKI,” lanjutnya.
Menurutnya, salah satu jalan keluar yang bisa dilakukan oleh Bank DKI, yaitu dengan aset yang diambil alih. Aset tersebut bisa diperoleh bank, baik melalui pelelangan internal atau berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan.
Jupiter melanjutkan, Bank DKI juga bisa memberikan kuasa untuk menjual di luar lelang dari pemilik agunan apabila debitur tidak bisa memenuhi kewajiban kepada bank. Jupiter menilai bank berhak menjual asset tersebut bisa melalui juru lelang dalam hal ini Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL).
“Sepanjang surat-surat yang dimiliki berbentuk sertifikat, bukan akta jual beli [AJB], maka bank berhak melakukan lelang jaminan tersebut. Bank DKI bisa langsung mendaftarkan ke KPKNL atau lelang internal. Jika berhasil dilelang, maka akan memberikan pendapatan bagi Bank DKI,” imbuhnya.
Selain itu, dia meminta direksi Bank DKI untuk memperbaiki manajemen dan sistem pengelolaan perbankan. Pasalnya, dia menilai kinerja Bank DKI saat ini masih belum maksimal. Padahal, Bank DKI memiliki potensi yang sangat besar untuk berkembang lantaran menjadi saluran utama untuk pencairan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Pemprov DKI Jakarta.
Menurut Jupiter, cara untuk meningkatkan kinerja bukan sekadar dari pemberian kredit kepada nasabah, tetapi jasa layanan perbankan, termasuk ATM, mesin EDC, dan perbankan digital (digital banking).
“Bank DKI yang punya [pemerinta] Ibu Kota. di Jakarta banyak mall atau pusat perkantoran. Pemprov DKI punya seharusnya bisa minta sedikit tempat untuk Bank DKI agar memudahkan layanan ke masyarakat,” jelasnya. (*)