JAKARTA (5 Desember): Partai NasDem DKI Jakarta meminta Pemprov DKI Jakarta lebih serius menangani masalah krisis air bersih yang hingga kini masih dialami warga Kepulauan Seribu. Hal ini diungkapkan Sekretaris Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) DKI Jakarta, Wibi Andrino.
Wibi mengatakan, merujuk pada keterangan Presiden Joko Widodo saat membuka Rakernas Partai NasDem beberapa hari lalu. Kepala Negara mengatakan bahwa harga bensin di Jakarta maupun di Pulau Jawa harus sama dengan di Puncak Jayapura. Namun, saat dirinya berkunjung ke Kepulauan Seribu, ketimpangan justru terjadi di depan mata, di mana harga air di daratan Jakarta berbeda dengan harga air di Kepulauan Seribu.
“Ini harus menjadi perhatian, keadilan sosial itu hadir ketika kita berbicara Papua dan Jawa, tetapi di depan mata kita Pulau Seribu dengan Jakarta terjadi ketimpangan,” ujar Wibi, Selasa (5/12).
Sementara itu, Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPD) NasDem Kepulauan Seribu, Muhammad Idris mengungkapkan, krisis air bersih di Kepulauan Seribu sangat memprihatinkan. Idris mengatakan, Pemerintah Daerah (Pemda) sudah membuat anggaran untuk semua kelurahan, tetapi sejauh ini belum berjalan. Menurutnya, ada permasalahan internal dari perusahaan pemenang tender yang belum bisa melanjutkan proyek tersebut, sehingga proyek tersebut batal.
“Sejauh ini sudah disampaikan, hanya saja yang saat ini dilaksanakan hanya air minum bukan air bersih,” kata Idris.
Adapun untuk mengatasi krisis air di Kepulauan Seribu, NasDem Jakarta mendorong Pemda melakukan terobosan guna memenuhi kebutuhan air di sana. Salah satunya adalah dengan membuat penyulingan air asin menjadi air tawar dalam skala besar. Menurut Idris, ada beberapa daerah pesisir di Kepulauan Seribu yang memiliki kapasitas air bersih yang cukup besar.
“Hanya saja tidak tahu kenapa Pemda hanya mengkhususkan pada air minum saja,” ujarnya.
Idirs mengatakan, untuk mendapatkan air bersih, warga di Kepulauan Seribu harus membayar hingga Rp10.000 untuk satu jeriken kecil. Harga ini tergolong mahal bagi ukuran orang pulau, karena air tersebut masih perlu diolah kembali sebelum bisa dikonsumsi.
Belum lagi kondisi tersebut diperparah saat musim kemarau, di mana warga harus rela mengantri hingga 2 hari untuk bisa mendapatkan air bersih. Saat ini, untuk mengantisipasi krisis air yang terjadi Kepulauan Seribu, warga membuat tadah hujan dengan mengumpulkan tong besar untuk menampung air hujan. (FM).