JAKARTA (1 Oktober) – Ketua Fraksi NasDem DPRD DKI Jakarta, Wibi Andrino menerima audiensi lembaga bantuan hukum yang tergabung dalam Jaringan Advokasi Perda Bantuan Hukum Jakarta, di ruang Fraksi NasDem, Jl. Kebon Sirih, Jakarta. Audiensi ini dalam rangka mendorong terbentuknya payung hukum untuk mengakomodir pemenuhan hak bantuan hukum melalui peraturan daerah di Provinsi DKI Jakarta.
Fraksi NasDem sebagai mitra strategis Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta berkomitmen untuk memberikan bantuan hukum kepada masyarakat, khususnya di Jakarta.
“Dalam rangka menjamin pemenuhan hak bantuan hukum pemerintah Indonesia telah mengesahkan Undang Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang bantuan hukum yang bertujuan untuk memenuhi dan menjamin hak bagi penerima bantuan hukum untuk mendapat akses keadilan,” ujar Wibi Andrino, Selasa (1/10).
Dalam pertemuan tersebut dibahas beberapa hal, di antaranya terkait terhentinya proses pembahasan Rancangan Peraturan Daerah mengenai bantuan hukum masyarakat yang sempat dibahas tahun 2013 lalu. Perwakilan Jaringan Advokasi Perda Bantuan Hukum Jakarta mempertanyakan kejelasan mengenai tindak lanjut dari pembahasan Perda tersebut.
“Gubernur Anies Baswedan pada tahun 2018 setelah berkunjung ke kantor LBH (Lembaga Bantuan Hukum) berniat melanjutkan proses pembahasan mengenai Raperda bantuan hukum tetapi sampai saat ini belum ada kejelasan,” ujar Dian Novita, perwakilan dari Jaringan Advokasi Perda Bantuan Hukum Jakarta.
Mereka juga meminta agar Pemerintah memperhatikan kondisi sosial dan lapangan dalam proses pembentukan rancangan peraturan daerah terkait bantuan hukum ini. Sebab, kebanyakan masyarakat penerima bantuan hukum adalah masyarakat dalam kondisi ekonomi rendah.
“Sementara biaya untuk penyelesaian sengketa jalur litigasi sangatlah mahal, diharapkan terkait pendanaan yang akan diusulkan melalui Raperda dapat dimaksimalkan sehingga ragam kasus yang diterima atau dikerjakan oleh Organisasi Bantuan Hukum (OBH) ini dapat diakomodir,” paparnya.
Dalam Pertemuan tersebut juga dibahas terkait program Pemprov DKI Jakarta yang diatur dalam Peraturan Daerah No 8 tahun 2011 tentang Perlindungan Perempuan dan anak dari tindak kekerasan. Menurutnya, program rumah aman bagi perempuan dan anak tindak kekerasan belum dapat membantu para korban dari tindak kekerasan. Hal ini dikarenakan pemenuhan bantuan hukum selama ini tidak maksimal dirasakan oleh para korban tindak kekerasan.
“Selama ini kurangnya sosialisasi mengenai bantuan hukum kepada korban kekerasan terhadap perempuan dan anak sangat minim, sehingga masyarakat tidak merasakan kehadiran pemerintah daerah dalam melindungi hak-hak para korban,” ungkapnya. (*)