JAKARTA (31 Juli): Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta, Hasan Basri Umar mendorong Dinas Pendidikan DKI Jakarta membangun sistem online untuk mengatasi permasalahan program Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus yang saat ini masih banyak dikeluhkan warga. Hasan menilai, kurangnya sosialisasi oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta terkait KJP Plus membuat banyak warga tidak memahami mekanisme pemberian, pencairan, bahkan pendaftarannya.
Berdasarkan hasil penelusuran, Hasan menemukan banyak orang tua yang terlambat mendaftarkan anaknya terkait KJP Plus ini. Jika orang tua lupa mendaftarkan, kemudian sekolahnya pun lalai, maka yang terjadi adalah siswa akan kehilangan hak KJP-nya.
“KJP Plus itu kan harus mendaftar dan dilaporkan. Mestinya ke depan, Dinas Pendidikan membangun sistem online, sehingga KJP melekat pada muridnya. Jadi orang tua tidak perlu lagi melapor ke sekolah, dan sekolah tidak melapor ke bagian KJP,” ujar Hasan Basri, saat dikonfirmasi melalui telepon, Selasa (31/7).
Hasan mengungkapkan, saat ini yang terjadi adalah banyak anak yang telah tamat SD kemudian masuk ke SMP, tetapi kehilangan hak KJP-nya karena orang tua dan pihak sekolah lupa mendaftarkan kembali. Menurutnya, jika menggunakan sistem online, ketika ada siswa yang sudah terdaftar sebagai peserta KJP, kemudian ada pembaruan data, maka akan otomatis terbaca di sistem tersebut.
“Mestinya sistem itu dibangun, sehingga ketika ada siswa yang tamat sekolah kemudian melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi, maka namanya sudah terdata. Siswa kan punya nama lengkap dan nomor induk siswa, kalau ada persamaan nama, tapi NIS-nya sudah pasti beda,” jelasnya.
Sekretaris Fraksi NasDem DPRD DKI Jakarta ini juga meminta agar pendataan KJP Plus diserahkan ke petugas RT dan RW setempat. Menurutnya, merekalah yang paling mengetahui kondisi warganya yang wajib menerima KJP atau tidak. Selama ini yang bertugas mendata penerima KJP adalah pihak sekolah atau guru, sedangkan tugas utama guru adalah melakukan proses pembelajaran.
“Sebaiknya jangan guru, karena guru tugasnya mengajar, jadi tidak efektif kalau guru datang ke rumah siswa. Itulah yang selalu saya dapatkan setiap kali reses, guru banyak mengeluh soal itu,” lanjutnya.
Menurut Hasan, sebaiknya Pemprov DKI Jakarta meniru kota-kota lain yang sudah lebih modern dalam menangani masalah JKP.
“Kita tuh kalah sama daerah lain. Di Bali, KJP ada barcode-nya, sehigga ketika ada murid yang masuk ke rumah sakit maka hanya tinggal di-scan akan muncul data diri pemilik KJP. Jadi riwayat kesehatannya juga. Masa kita kalah dengan daerah lain,” jelasnya.
Terkait permasalahan ini, Hasan mengaku sudah menyampaikannya langsung ke Dinas Pendidikan DKI Jakarta saat rapat koordinasi. Namun, hingga saat ini belum ada respon dari Dinas Pendidikan DKI Jakarta. (FM).